MAKALAH "PENYALAHGUNAAN SOSIAL MEDIA YOUTUBE"


MAKALAH PSIKOLOGI DAN TEKNOLOGI INTERNET
PENYALAHGUNAAN SOSIAL MEDIA YOUTUBE 


Disusun Oleh:

Alysa Noor Maleeha      (10518632)
Ayu Shofa Kirana           (11518267)
Selsa Harvina                  (16518588)
Syafira Indah Riani         (16518896)
Vanisya Ramadhani        (17518201)
Winda Anugrah R.          (17518354)

KELAS 2PA03
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK






KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya, tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik berupa sehat fisik maupun akal fikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi dan Teknologi Internet dengan judul “Penyalahgunaan Sosial Media Youtube”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar kedepannya dapat lebih baik lagi. Mohon maaf sebesar-besarnya jika masih terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini.
Demikian saya ucapkan terima kasih atas waktu Anda telah membaca makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


Depok, 8 mei 2020




Penulis




 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A.   LATAR BELAKANG........................................................................1
B.   RUMUSAN MASALAH.................................................................. 2
C.   TUJUAN PENULISAN................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
A.   PENGERTIAN PRANK.................................................................. 3
B.   ETIKA DALAM MENGGUNAKAN INTERNET............................... 3
C.   ULASAN KASUS............................................................................ 4
          D.   HUKUMAN BAGI PELANGGAR ETIKA...................................... 11
BAB III PENUTUP...................................................................................... 16
A. KESIMPULAN........................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 17



 BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

    Kemajuan teknologi di dunia merupakan sebuah hal yang sangat menguntungkan bagi kelangsungan kehidupan manusia. Terbukti bahwa teknologi membawa banyak dampak positif bagi manusia, namun ada juga dampak negatifnya. Manusia di era globalisasi ini sudah bisa menikmati banyak kemajuan teknologi dengan berbagai macam bentuk, ada yang merupakan hasil pembaharuan dari penemuan sebelumnya dan ada juga yang baru di temukan, dan semuanya tujuannya adalah mendukung kelangsungan keperluan hidup manusia. Kemajuan teknologi tersebut nampaknya sudah menjalar ke berbagai segi kehidupan, yang positif antara lain mempercepat arus informasi, mempermudah terhadap informasi terbaru, mempermudah menjalin jaringan jarak jauh, dan mulai masuknya internet. Dampak negatif yang juga ikut terbawa antara lain penyalahgunaan kemajuan teknologi, semakin bertumbuhnya sikap individualisme, penyalahgunaan internet, meningkatnya kejahatan, dan lain sebagainya. 
                    Masyarakat dunia tidak menggunakan internet hanya sekedar untuk mencari informasi dan meringankan bebannya dalam mengerjakan suatu hal, melainkan dapat untuk menjalin komunikasi jarak jauh dengan orang yang kita kenal maupun tidak kita kenal. Sebut saja ada aplikasi LINE, WhatsApp, Facebook, Instagram, Twitter dan lainnya. Media sosial tersebut dapat digunakan dengan jaringan internet baik di telepon genggam maupun computer (PC). Kedatangan media social tersebut semakin memudahkan jalinan komunikasi yang hendak dilakukan tanpa terkendala tempat dan waktu, karena dapat digunakan kapan saja.
                    Sebagai pengguna internet, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan. Salah satunya adalah etika bagaimana kita dalam menggunakan internet. Sebagai pengguna, kita tidak boleh hanya asal memakai fasilitas internet saja, akan tetapi banyak hal di dalamnya yang perlu kita perhatikan juga, agar kita tidak membawa dampak buruk internet itu terhadap diri kita sendiri maupun orang lain. 

B. Rumusan Masalah
     
       Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 

1. Apa yang dimaksud dengan "Prank"?

2. Bagaimana etika dalam menggunakan internet?

3. Bagaimana ulasan mengenai kasus Ferdian berhubungan dengan pelanggaran etika
    dalam menggunakan internet?

4. Apa hukuman yang diterima oleh oknum yang melakukan pelanggaran etika dalam
    menggunakan internet?


 C. Tujuan Penulisan
      
      Setelah meninjau dari rumusan masalah, maka makalah ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan Prank.

2. Untuk menjelaskan bagaimana beretika yang baik dan benar dalam menggunakan
    internet.

3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan kasus Ferdian dengan pelanggaran etika 
    dalam menggunakan internet?

4. Untuk mengetahui apa hukuman yang akan diterima oleh pelaku pelanggaran etika
    dalam menggunakan internet.







 BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian “Prank”

Prank merupakan  sesuatu  yang  tidak  asing  lagi  dikalangan  masyarakat, terutama anak muda yang memiliki tingkat selera humor yang tinggi. Prank adalah suatu bentuk slang atau sebutan yang tidak resmi untuk kejenakaan, yang diadaptasi dari practical joke, dan bertujuan  untuk  membuat  orang  dalam  hal  ini  korban  merasa terjahili  sehingga  menimbulkan  rasa  kepuasan  pada  pembuat prank Prank memiliki  berbagai  jenis,  diantaranya  adalah prank  dengan  menggunakan  tema kejahataan,   seperti   menculik,   menodongkan   senjata   tajam, ataupun   bertindak sebagai preman yang berpura-pura mengancam korban kejahilannya. Namun, tidak semua prank berakhir   pada   gurauan   atau kejenakaan.
Prank merupakan kegiatan menjahili seseorang yang bisa dibilang kurang masuk diakal. Prank sebagai semacam kegiatan becandaan yang dilakukan dengan kegiatan. Jadi jokes itu ada banyak tipe tapi untuk prank itu harus dengan aktifitas, jokes-nya berupa aktivitas. Aktivitas yang dilakukan tidak logis atau tidak sesuai penalaran seperti yang di kemukakan oleh Soekadijo (1994: 3,11) bahwa Kata “logika” sering terdengar dalam percakapan sehari-hari, biasanya dalam arti “menurut akal”. Akan tetapi logika sebagai istilah berarti suatu metoda atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran. Penalaran adalah suatu bentuk pemikiran.

B. Etika dalam Menggunakan Internet
Kata etika secara etimologi (bahasa) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani). Bentuk tunggal kata ethos memiliki arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak, ta etha berarti adat kebiasaan. Dalam istilah filsafat, etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Etika sering juga disebut dengan etik. Etik merupakan pencerminan dari pandangan masyarakat mengenai apa yang baik dan yang buruk, serta membedakan perilaku atau sikap yang dapat diterima dengan apa yang ditolak guna mencapai kebaikan dalam kehidupan bersama. Etik menyangkut nilai-nilai sosial dan budaya yang telah disepakati masyarakat sebagai norma yang dipatuhi bersama. Banyak prinsip etik yang bersifat universal, namun perlu kehati-hatian dalam mempelajari norma etik yang datang dari luar.
Tindakan manusia ditentukan oleh macam-macam norma. Etika menyelidiki dasar semua norma moral. Dalam etika biasanya dibedakan antara etika deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif memberi gambaran dari gejala kesadaran moral, dari norma dan konsep-konsep etis. Etika normatif tidak berbicara lagi tentang gejala, melainkan tentang apa yang sebenarnya harus merupakan tindakan manusia.
Etika berinternet diperlukan agar setiap netizen ketika berada di dunia virtual memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara dunia virtual. Wacana etika melibatkan perilaku dan sistem nilai etis yang dipunyai oleh setiap individu atau kolektif masyarakat. Oleh sebab itu, wacana etika mempunyai unsur-unsur pokok. Unsur- unsur pokok itu merupakan kebebasan, tanggungjawab, hati nurani, dan prinsip-prinsip moral dasar. Moralitas yaitu sifat moral atau keseluruhan atas dan nilai yang berkenaan dengan baik buruk. Dua kaidah dasar moral adalah kaidah sikap baik dan kaidah keadailan.

C. Ulasan Kasus Ferdian Dengan Pelanggaran Etika Dalam Menggunakan Internet
Kronologi Kasus Ferdian Paleka
Jakarta, CNN Indonesia -- Youtuber Ferdian Paleka ditetapkan sebagai tersangka kasus muatan penghinaan dalam video prank bagi sembako berisi sampah kepada sejumlah transpuan, Jumat (8/5).  Ia dijerat dengan pasal 45 Ayat 3 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).  Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Saptono Erlangga mengatakan pengungkapan kasus ini berawal dari laporan polisi atas nama Ferdi Hermawan dengan waktu kejadian pada 1 Mei 2020 pukul 02.00 WIB.
Ketika itu, kata Saptono, tiga pelaku melakukan tindakan dengan membagikan sembako berisi sampah dan batu kepada sejumlah transpuan yang kemudian melaporkan tindakan tersebut karena dianggap telah melakukan penghinaan. "Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Ibrahim Adjie, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung. Kemudian, setelah video pembagian sembako berisi sampah dan batu dibuat, konten dimuat di dalam channel Youtube," ujar Saptono di Mapolrestabes Bandung. Menurutnya, para tersangka telah dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan telah memenuhi syarat untuk dikenakan dalam Pasal 45 UU ITE. Saptono menjelaskan, pasal tersebut mengatur agar setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta. Selain Pasal 45, kata Saptono, para tersangka juga dijerat dengan dua pasal tambahan yaitu Pasal 36 dan Pasal 51 ayat 2 UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. Pasal 36 UU ITE berbunyi, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Sedangkan, Pasal 51 ayat 2 UU ITE menyebutkan setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp12 miliar. Selain Ferdian, penyidik juga menetapkan dua tersangka lainnya. Yaitu Tubagus Fahddinar dan M. Aidil. Keduanya terlibat dalam pembuatan video prank atau usil tersebut. Dalam kasus ini, Ferdian Paleka sempat menjadi buron.  Polisi berhasil menangkapnya pada Jumat dini hari bersamaan dengan Aidil. 
Pelanggaran etika
Kata “moral” memiliki etimologi yang sama dengan “etika”, hanya asal katanya yang berbeda. Oleh karena itu, berbicara tentang etika sama halnya berbicara tentang moral. Sedangkan kata “etis” merupakan bentuk kata sifat dari “etika”. Selain itu, persoalan yang menyangkut etika seringkali dicampur maknanya dengan persoalan tentang “etiket”. Padahal keduanya punya perbedaan yang mendasar. Perbedaan tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut: 1) etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, sedangkan etika memberi norma tentang perbuatan tersebut. Misalnya, untuk memberi sesuatu kepada orang lain, kita sebaiknya menggunakan tangan kanan. Namun, menyangkut etika, apakah mencuri itu sebaiknya menggunakan tangan kanan atau kiri? Etiket adalah cara suatu perbuatan dilakukan, sedangkan etika menyangkut perbuatan itu sendiri; 2) etiket hanya berlaku di dalam pergaulan, yang berarti selalu melibatkan orang lain. Sedangkan etika tetap berlaku meskipun tidak ada saksi mata; 3) etiket bersifat lebih relatif sedangkan etika bersifat lebih absolut. Meskipun etika juga mempunyai relativitas, namun tingkatannya tidak setinggi relativitas pada etiket; 4) etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriahnya saja, sedangkan etika menyangkut manusia dari segi dalam (Bertens, 2011: 10-11).
Etika secara umum membahas sejumlah tema yaitu hati nurani, nilai dan norma, kebebasan dan tanggung jawab, serta hak dan kewajiban. Hati nurani merupakan “instansi” dalam diri manusia yang memberi penilaian moralitas terhadap tingkah lakunya. Hati nurani tidak membahas tentang situasi yang umum, melainkan tentang situasi yang konkret. Bisa dibilang, hati nurani merupakan kesadaran moral manusia, sehingga ia bisa merefleksi dan membimbing perbuatan-perbuatan manusia dalam bidang moral. Nilai memiliki beberapa karakteristik, yaitu: kehadiran subjek (yang menilai), tampil dalam konteks praktis (adanya kepentingan subjek), nilai menyangkut sifat yang ditambah oleh subjek terhadap objek. Sedangkan norma adalah kaidah yang digunakan manusia untuk menilai sesuatu. Kebebasan (bebas) bukanlah hal yang mudah untuk didefinisikan, karena ia mempunyai banyak aspek dan karakteristik, sehingga “bebas” menjadi sebuah realitas yang kompleks. Namun pada prinsipnya kebebasan dapat dibedakan antara kebebasan sosial-politik dan kebebasan individual. Kebebasan sosial-politik mencakup kebebasan kolektif. Di sini, yang menjadi subjeknya adalah bangsa atau rakyat. Secara sederhana, dapat diterjemahkan bahwa kebebasan sosial-politik merupakan bentuk kedaulatan rakyat terhadap kekuasaan absolut (penguasa otoriter, raja) maupun kekuasaan imperialis (kolonialisme). Sedangkan kebebasan individual menempati posisi yang lebih umum dan penting. Di sini yang menjadi subjeknya adalah manusia perorangan. Beberapa bentuk kebebasan individual yaitu kesewenangwenangan, kebebasan fisik, kebebasan yuridis, kebebasan psikologis (free will), kebebasan moral, dan kebebasan eksistensial (Bertens, 2011: 107-123).Secara umum, kebebasan lebih mudah dipahami sebagai kebebasan negatif. Yaitu kebebasan dengan pengertian “bebas dari...”. Dari aspek ini, kebebasan bisa dimengerti sebagai bebas dari paksaan fisik, perampasan hak-hak, tekanan bathin, paksaan moral, serta keterasingan (alienasi) atau inotentisitas. Namun yang lebih sulit adalah memahami kebebasan dalam aspek positifnya, yang dimengerti sebagai “bebas untuk...” Dalam hal ini maka dapat dikatakan bahwa kebebasan mempunyai batasan. Batasan kebebasan yaitu faktor dari dalam (nature dan nurture), lingkungan (geografis dan sosial), kebebasan orang lain, dan generasi yang akan datang. Tanggung jawab selalu mengandaikan kebebasan karena disana ada tindakan bebas yang dilakukan, maka perlu ada „jawaban‟ atas apa yang dilakukannya itu. Bisa dikatakan bahwa tindakan yang dilakukan secara bebas adalah penyebab. Orang bertanggung jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya. Ada dua jenis tanggung jawab, yaitu tanggung jawab prospektif dan tanggung jawab retrospektif. Tanggung jawab prospektif merupakan tanggung jawab atas apa-apa yang belum dan mungkin akan terjadi. Sedangkan tanggung jawab retrospektif adalah tanggung jawab atas apa-apa yang sudah terjadi (konsekuensi).
Hak adalah klaim yang dapat dibenarkan atau klaim yang sah. Karena itu, hak mempunyai korelasi dengan kewajiban, dimana hak seseorang atas orang lain merupakan kewajiban bagi orang lain tersebut. Meski demikian, ada perbedaan antara hak dengan kewajiban menyangkut pihak yang terlibat. Tidak ada hak untuk diri sendiri. Hak selalu mengandung hubungan dengan orang lain. Namun kewajiban berkaitan, baik terhadap orang lain maupun diri sendiri. Kewajiban terhadap diri sendiri ini juga dapat dimengerti sebagai kewajiban terhadap Tuhan. Hal ini sesuai dengan kajian etika dimana etika berhubungan dengan pula dengan agama dan hukum. Etika Siber (Cyberethics) termasuk dalam kajian etika terapan atau etika khusus. Menurut Richard A. Spinello (2004), etika siber di definisikan sebagai penerapan etika yang menjelaskan tentang moral, hukum, dan isu sosial dalam pengembangan dan penggunaan teknologi siber. Yang mana teknologi siber itu ia definisikan pula sebagai sebuah spektrum besar yang membentang dari perangkat komputer hingga sekelompok jaringan komputasi informasi dan komunikasi. “...the field of applied ethics that examines moral, legal, and social issues in the development and use of cybertechnology. Cybertechnology in turn, refers to abroad spectrum of technologies that range from stand alone computer to the cluster of networked computing information and communication”. (Spinello, 2004) Dengan demikian etika siber atau etika internet tidak sekedar membahas tentang tata cara penggunaan internet yang baik, aman, dan santun – yang mana hal tersebut tergolong ke dalam etiket internet – namun lebih jauh lagi, etika internet mengkaji permasalahanpermasalahan moral, hukum, dan isu-isu sosial yang berhubungan dengan penggunaan komputer dan jaringan internet sebagai penunjang interaksi antar manusia. Bilamana suatu tindakan merupakan pelanggaran etika atau bukan, melibatkan penilaian normatif dan penafsiran terhadap aturan tertulis. Telah diketahui pula bahwa teknologi siber menciptakan sebuah “dunia” tersendiri yang terpisah dari dunia riil; sebuah dunia siber (dunia maya/dunia virtual) yang hanya bisa diakses melalui sambungan internet pada komputer. Dunia siber ini mempunyai karakteristik yang berbeda dengan dunia riil. Karekteristik tersebut dijelaskan oleh Dysson (1994)3 sebagai berikut: 1. Beroperasi secara virtual 2. Dunia siber (dunia maya) selalu berubah dengan cepat 3. Dunia siber tidak mengenal batas teritorial (borderless) 4. Orang yang hidup dalam dunia siber dapat melakukan aktivitasnya tanpa harus menunjukkan identitas aslinya (anonim). 5. Informasi di dalamnya bersifat publik. Karakteristik dunia siber yang khas ini memberi peluang terhadap munculnya perilaku atau tindakan yang pada dunia riil tidak atau sulit bisa terwujud. Hal ini bisa disebabkan adanya batas-batas fisik (geografis, bangunan, dan lain-lain) dan situasi perjumpaan yang konkret (face to face dan/atau kehadiran orang lain secara riil). Dunia siber menyediakan ruang fantasi yang luas untuk ekspresi ego individu. Dalam ruang imajiner tersebut, identitas menjadi abstrak dan bisa berganda. Pengguna bisa menjadi “hantu” yang bergentayangan di ruang privat pengguna lain. “Fasilitas” yang ditawarkan dunia siber ini tentu saja memberi peluang bagi siapa saja yang oportunis dan ingin mendapatkan keuntungan pribadi meskipun dicapai dengan mengorbankan prinsip-prinsip etis. Selain itu, kemajemukan pengguna internet yang berasal dari seluruh dunia juga berpotensi menimbulkan permasalahan nilai dan norma. Kondisi ini tidak berbeda dengan apa yang biasa terjadi di dunia nyata. Oleh karena itu praktik pelanggaran etika dan hukum pada teknologi siber merupakan adopsi dari apa yang terjadi di dunia nyata ke dalam dunia siber.
              Mandibergh mendefinisikan media sosial sebagai "media yang mewadahi kerja sama di antara pengguna yang menghasilkan konten (User generated content)" (Nasrullah, 2015:11). Media sosial mempunyai ciri - ciri sebagai berikut: a. Pesan yang disampaikan tidak hanya untuk satu orang saja namun bisa keberbagai banyak orang contohnya pesan melalui SMS ataupun internet. b. Pesan yang disampaikan bebas, tanpa harus melalui suatu Gatekeeper. c. Pesan yang disampaikan cenderung lebih cepat di banding media lainnya. d. Penerima pesan yang menentukan waktu interaksi.
              Pada bulan Mei 2005, YouTube telah memudahkan miliaran orang untuk menemukan, menonton, dan membagikan beragam video. YouTube menyediakan forum bagi orang-orang untuk saling berhubungan, memberikan informasi, dan menginspirasi orang lain di seluruh dunia, serta bertindak sebagai platform distribusi bagi pembuat konten asli dan pengiklan, baik yang besar maupun kecil. YouTube merupakan salah satu perusahaan milik Google. YouTube diciptakan oleh 3 orang mantan karyawan PayPal (website online komersial), Chad Hurley, Steve Chen, dan Jawed Karim pada Februari 2005. Sejak awal diluncurkan, YouTube langsung mendapat sambutan baik di masyarakat. Youtube adalah video online dan yang utama dari kegunaan situs ini ialah sebagai media untuk mencari, melihat dan berbagi video yang asli ke dan dari segala penjuru dunia melalui suatu web (Budiargo, 2015; 47). Kehadiran YouTube membawa pengaruh luar biasa kepada masyarakat, khususnya masyarakat yang memiliki gairah di bidang pembuatan video, mulai dari film pendek, dokumenter, hingga video blog, tetapi tidak memiliki lahan “untuk mempublikasikan karyanya”. YouTube mudah dipergunakan, tidak memerlukan biaya tinggi, dan dapat diakses dimanapun, tentunya dengan gadget yang kompatibel. Hal itu membuat pembuat video amatir dapat dengan bebas mengunggah konten-konten video mereka untuk dipublikasikan. Jika video mereka mendapat sambutan baik, jumlah viewers akan bertambah. Viewers banyak akan mengundang pengiklan untuk memasang iklan dalam video-video mereka selanjutnya. Senada dengan televisi, konten program televisi yang disukai masyarakat, dalam hal ini ratingnya tinggi, akan menarik pengiklan secara otomatis.
              Secord & Backman mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan presdiposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Azwar, 2015;5). Ketiga komponen tersebut secara bersama mengorganisasikan sikap individu dan dikenal dengan nama skema triadik, disebut juga pendekatan tricomponent. Menurut Jalaluddin Rakhmat (2015:39) beberapa hal yang bisa disimpulkan dari definisi sikap adalah : Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu sesuai objek sikap. Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif : artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan (Likes and Dislikes). Kelima, sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa dari lahir tetapi merupakan hasil belajar. Oleh karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
Analisa Kasus
              Kasus seorang youtuber Ferdian Paleka hanyalah satu dari sekian banyaknya youtuber yang melakukan prank prank yang tidak jelas atau bahkan merugikan orang lain. Dalam kasus ini ferdian paleka membuat prank ditengah pandemic yang melanda hampir seluruh dunia dan termasuk Indonesia dimana kondisi perekonomian yang sedang krisis dan banyak orang yang sangat membutuhkan lalu manusia ini membagikan sembako kepada orang orang yang membutuhkan tetapi dalam sembako itu berisi sampah. Perilaku ini adalah perbuatan yang sangat tidak terpuji dan tidak bermoral apalagi dia menjadikan prank ini sebagai konten youtubenya yang mana tujuannya adalah untuk keuntungannya sendiri dengan cara merugikan orang lain.
              Kasus ini termasuk kedalam pelanggaran etika penggunaan internet, dimana subjek membuat konten yang sangat tidak berperi kemanusiaan yang mana sangat merugikan dan menyakiti hati korban dan di pertontonkan oleh orang banyak. Etika merupakan pilihan nilai moral dalam menghadapi realitas, yang secara substansial dapat ditarik ke akarnya, yaitu bagaimana pelaku mendefinisikan alter dalam interaksi sosial (Siregar, 2006: 73). Kebutuhan akan etika hadir karena manusia adalah makluk sosial. Sebagai makluk sosial, keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari interaksinya dengan pihak lain. Dalam interaksinya itu, dibutuhkan pedoman perilaku agar masing-masing mengetahui bagaimana seharusnya bertindak, menempatkan diri dalam keseluruhan interaksi dengan manusia lainnya sehingga tidak menimbulkan kegoncangan ataupun kekacauan sosial (Nasution, 2015). Oleh karena etika ditempatkan dalam interaksinya dengan orang lain, maka etika dapat dilihat sebagai filosofi tentang apa perilaku yang baik dan berterima (right and acceptable behavior), mempromosikan suatu fair play bahkan terhadap orang yang tidak disukai sekalipun, dan merupakan kode personal berupa suatu pilihan pribadi untuk berperilaku etis (Nasution, 2015: 22). Etika merupakan orientasi bagi manusia bagaimana seharusnya ia menjalani hidup dalam kehidupan sosial. Etika sebagai sarana orientasi bagi manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang fundamental, yakni bagaimana saya harus hidup dan bertindak? (MagnisSuseno, 1987). Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada dirinya sendiri maupun kepada masyarakat. Kebiasaan baik ini lantas disebarluaskan, disosialisasikan, dan diturunkan dari satu ke generasi ke generasi berikutnya. Kaidah-kaidah, norma, dan aturan menyangkut baik buruk perilaku manusia yang secara singkat kemudian dipahami sebagai kaidah yang menentukan apa yang baik harus dilakukan dan yang buruk harus ditinggalkan. Dalam konteks ini, etika disamakan dengan ajaran moral. Etika secara lebih luas dipahami sebagai pedoman bagaimana manusia harus hidup, dan bertindak sebagai orang baik. Etika memberi petunjuk, orientasi, dan arah bagaimana harus hidup secara baik sebagai manusia (Keraf, 2002: 3). Etika, di sisi lain, bisa dipahami sebagai refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret, situsi khusus tertentu (Keraf, 2002: 4). Etika dipahami sebagai filsafat moral, suatu ilmu yang membahas secara kritis persoalan benar dan salah secara benar, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret (Keraf, 2002: 5). Menurut Nasution (2015: 23), “etik merupakan filosofi untuk berperilaku yang berterima di tengah orang lain. Etik mempertanyakan apa yang harus kita perbuat pada situasi tertentu (what we should do in some circumstance) atau apa yang harus kita lakukan selaku partisipan dalam berbagai aktivitas atau profesi.”
              Pemahaman etika sebagai orientasi bagi kehidupan manusia, menyangkut bagaimana seharusnya manusia hidup dan bertindak dalam kehidupan sosial, maka sumber orientasi itu bisa bermacam-macam. Beberapa ahli filsafat telah mengembangkan teori etika ini, dan diantaranya telah dianut oleh banyak orang ketika mereka berhadapan pada situasi yang menuntut tindakan etis. Ada tiga ajaran etika yang biasa dirujuk, yakni etika deontologi Kant, Teleologi John Stuart Mill, dan etika keutamaan/subjektif. Etika deontologi mengemukakan bahwa perbuatan baik atau buruk tidak didasarkan pada dampak atau konsekuensi yang ditimbulkan, tapi bahwa tindakan itu harus diletakkan dalam kerangka kewajiban moral (moral-duty base) (Keraf, 2002: 9). Kant dalam hal ini menolak akibat suatu tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan tersebut karena akibat tadi tidak menjamin universalitas dan konsistensi kita dalam bertindak dan menilai suatu tindakan. Oleh karenanya, etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat untuk bertindak sesuai kewajiban. Kant menjelaskan bahwa kemauan baik adalah syrat mutlak untuk bertindak secara moral (Keraf, 2002: 10). Dalam etika deontologi, tindakan atau pilihan-pilihan moral didasarkan pada prinsip-prinsip menurut kewajiban moral universal tanpa menganggap apakah konsekuensi atas pilihan atau tindakan tersebut baik ataukah buruk.

D. Hukuman Bagi Pelanggar Etika dalam Berinternet
Etika Siber (Cyberethics) termasuk dalam kajian etika terapan atau etika khusus. Menurut Richard A. Spinello (2004), etika siber di definisikan sebagai penerapan etika yang menjelaskan tentang moral, hukum, dan isu sosial dalam pengembangan dan penggunaan teknologi siber. Yang mana teknologi siber itu ia definisikan pula sebagai sebuah spektrum besar yang membentang dari perangkat komputer hingga sekelompok jaringan komputasi informasi dan komunikasi.
Dengan demikian etika siber atau etika internet tidak sekedar membahas tentang tata cara penggunaan internet yang baik, aman, dan santun – yang mana hal tersebut tergolong ke dalam etiket internet – namun lebih jauh lagi, etika internet mengkaji permasalahan- permasalahan moral, hukum, dan isu-isu sosial yang berhubungan dengan penggunaan komputer dan jaringan internet sebagai penunjang interaksi antar manusia.
Tidak ada sanksi hukum terhadap pelanggaran etika dalam pergaulan internet kecuali sanksi secara moril berupa dikucilkan (isolasi), di-blacklist dari suatu lingkungan, dicabut keanggotaannya dari suatu lembaga internet dsb. Namun terbuka kemungkinan adanya sengketa individual yang bisa berakibat pembalasan secara langsung (technically attack) terhadap resource yang dimiliki.
Dalam kasus tertentu pelanggaran etika ini juga dapat diajukan ke pengadilan melalui mekanisme hukum positif yang berlaku pada diri seseorang (warga negara) maupun lembaga/organisasi. Yang paling sering terjadi tuntutan hukum adalah menyangkut soal pelanggaran Hak Cipta, Hak Privacy dan serangan illegal (SpammingPiratingCracking dan sejenisnya) terhadap suatu produk, perseorangan maupun institusi yang dilindungi hukum positif secara internasional.
Secara umum siapapun yang merasa menjadi bagian dari suatu komunitas di internet wajib untuk mematuhi kode etik yang berlaku di lingkungan tersebut. Penguasaan dan penggunaan teknologi ICT komputer yang dibarengi dengan niat jahat berpotensi menimbulkan kejahatan siber. Ada banyak sekali bentuk kejahatan yang memanfaatkan komputer dan jaringan internet sebagai mediumnya. Convention on Cybercrime di Budapest, Hungaria pada tahun 2001 mengklasifikasikan kejahatan siber itu sebagai berikut:
1.      Illegal acces; yaitu sengaja dan tanpa hak memasuki atau mengakses komputer pihak lain.
2.      Illegal interception; yaitu dengan sengaja dan tanpa hak mendengar atau menangkap secara 
   diam-diam pengiriman dan pemancaran data komputer yang tidak bersifat publik, dari atau
   di dalam sistem komputer dengan menggunakan alat bantu teknis
3.      Data interference; yaitu sengaja dan tanpa hak melakukan pengrusakan, penghapusan atau
   perubahan data komputer pihak lain
4.      System interference; yaitu sengaja dan tanpa hak melakukan gangguan atau rintangan
   terhadap berfungsinya sistem computer
5.      Misuses of Devices; yaitu penyalahgunaan perlengkapan komputer, termasuk program 
         komputer seperti code access dan sebagainya.

6.     Computer related forgery; yaitu sengaja dan tanpa hak mengubah dan/atau menghapus data 
        otentik menjadi tidak otentik atau digunakan sebagai data otentik untuk kepentingan pribadi 
       (pemalsuan).

7.     Computer related fraud; yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya barang/kekayaan 
        orang lain dengan cara memasukkan, mengubah, menghapus data komputer atau dengan 
        mengganggu fungsi sistem komputer dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan bagi diri 
        sendiri atau orang lain (penipuan).

8.    Content-related offences; yaitu delik-delik yang berhubungan dengan pornografi anak 9. 
       Offences related to infringements of copyright and related rights; yaitu delik-delik yang 
       terkait dengan pelanggaran hak cipta.


              Dengan klasifikasi tersebut, maka bentuk-bentuk aktivitas di dunia siber berikut ini dapat dikategorikan sebagai kejahatan siber:
1)  Carding, yaitu berbelanja dengan menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain yang diperoleh secara ilegal melalui internet;
2)  Hacking dan Cracking, Kedua istilah ini merujuk pada kegiatan menerobos sistem keamanan komputer pihak lain. Bedanya, para hacker umumnya hanya senang pada proses “menerobos” tersebut sementara cracker memang mempunyai tujuan dan kepetingan tertentu;
3)   Defacing, yaitu kegiatan mengubah laman situs tertentu. Motifnya bisa sekedar iseng, unjuk kebolehan, namun ada juga yang mencuri data untuk dijual pada pihak lain;
4)   Phising; yaitu kegiatan memancing para pengguna internet (user) untuk memberikan data personal (username dan password) mereka pada situs yang telah di deface;
5)   Spaming; yaitu pengiriman informasi yang tidak dikehendaki melalui e-mail sehingga sering juga disebut bulk e-mail atau junk e-mail. Spam seringkali dibarengi dengan phising untuk memperoleh keuntungan pribadi;
6)  Malware; yaitu merupakan program komputer yang dibuat untuk merusak software atau operating system. Jenisnya beraneka ragam seperti virus, worm, atau browser hijacker;
7)  Melakukan copy paste sebagian atau keseluruhan tulisan karya orang lain tanpa hak atau tidak mencantumkan sumbernya. Ini merupakan pelanggaran terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Mengenai hal ini pemerintah RI telah memperbarui UU Hak Cipta yang lama yaitu UUHC No.6 Tahun1982 dan UUHC No.12 tahun 1997 dengan UUHC No.19 Tahun 2002 untuk melindungi hasil karya seseorang dan menegakkan etika dalam penggunaan komputer dan internet.

              Bentuk-bentuk kejahatan siber tersebut masih bisa bertambah lagi menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan modus operandi yang bisa dilakukan untuk menghindari sistem proteksi komputer yang juga terus berkembang. Maraknya kasus kejahatan siber ini menuntut diterapkannya regulasi yang khusus mengatur tentang hal ini. Sekarang, negara-negara di dunia sudah mempunyai perangkat hukum untuk memerangi kejahatan siber. Di Indonesia sendiri saat ini ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang disahkan pada tanggal 25 Maret 2008 oleh DPR RI. UU ITE ini mengatur berbagai perlindungan hukum atas penyalahgunaan internet. UU semacam ini telah lebih dulu ada dan diterapkan di sejumlah negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Namun begitu, karakter borderless dunia siber menjadi faktor yang menyulitkan upaya membangun aturan hukum yang jelas untuk menertibkan pengguna internet. Tidak adanya batas teritorial berarti memungkinkan kejahatan siber ini dilakukan lintas negara. Namun tidak adanya keseragaman dalam membuat regulasi dan aturan internal domestik membuat kejahatan semacam ini sulit diberantas. Kasus penyebaran virus melissa di sejumlah negara pada akhir dekade 90-an adalah contoh tentang hal ini. Virus yang dibuat oleh seorang programmer dari New Jersey bernama David L. Smith tersebut disebarluaskan melalui situs X-rate atau e-mail dan telah merugikan beberapa perusahaan hingga senilai US$ 80 milyar.4 Setelah munculnya Resolusi PBB 55/63 pada tahun 2000 tentang anjuran bagi negara-negara anggota untuk memerangi tindak kejahatan siber, negara-negara yang tergabung dalam organisasi Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) sepakat membentuk APEC Cyber Crime Strategy yang bertujuan mengupayakan sistem keamanan internet bersama, dan mencegah serta menghukum pelaku kejahatan siber. Bahkan negara-negara ASEAN pernah pula menghasilkan deklarasi tentang pencegahan dan pengawasan kejahatan antar negara (Manila Declaration on Prevention and Control of Transnational Crime), termasuk di dalamnya kejahatan yang menggunakan teknologi ICT atau kejahatan siber. Akan tetapi upaya-upaya yang telah ditempuh tersebut hanya berupa kesepakatan moral dan politis saja, sedangkan pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya pada kemauan dan kemampuan dari masing-masing negara anggota.

              Ferdian palaka dijerat dengan pasal 45 Ayat 3 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). para tersangka telah dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan telah memenuhi syarat untuk dikenakan dalam Pasal 45 UU ITE. Pasal tersebut mengatur agar setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta. Selain Pasal 45 ara tersangka juga dijerat dengan dua pasal tambahan yaitu Pasal 36 dan Pasal 51 ayat 2 UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.
              Pasal 36 UU ITE berbunyi, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Sedangkan, Pasal 51 ayat 2 UU ITE menyebutkan setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp 12 miliar.




 BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
          Dilihat dari bab-bab sebelumnya yang telah dibahas dapat diambil kesimpulan secara menyeluruh bahwa Prank suatu bentuk slang atau sebutan yang tidak resmi untuk kejenakaan, yang bertujuan menjahili seseorang yang bisa dibilang kurang masuk akal. Etika sering juga disebut dengan etik. Etika dalam menggunakan internet sangat diperlukan agar setiap netizen ketika berada di dunia virtual memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara dunia virtual. Youtuber Ferdian Paleka ditetapkan sebagai tersangka kasus muatan penghinaan dalam video prank bagi sembako berisi sampah kepada sejumlah transpuan, Jumat (8/5).  Ia dijerat dengan pasal 45 Ayat 3 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan polisi atas nama Ferdi Hermawan dengan waktu kejadian pada 1 Mei 2020 pukul 02.00 WIB.Ketika itu, kata Saptono, tiga pelaku melakukan tindakan dengan membagikan sembako berisi sampah dan batu kepada sejumlah transpuan yang kemudian melaporkan tindakan tersebut karena dianggap telah melakukan penghinaan. "Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Ibrahim Adjie, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung. Kemudian, setelah video pembagian sembako berisi sampah dan batu dibuat, konten dimuat di dalam channel Youtube," ujar Saptono di Mapolrestabes Bandung.Ferdian palaka dijerat dengan pasal 45 Ayat 3 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). para tersangka telah dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan telah memenuhi syarat untuk dikenakan dalam Pasal 45 UU ITE. Pasal tersebut mengatur agar setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.





 DAFTAR PUSTAKA 


Fitri, F. (2017). Etika Komunikasi Citizen Journalism Di Media Internet
        Perspektif Islam: Analisis Konten Topik Pilihan Demo 4 November
        2016 pada Blog kompasiana. Com. Jurnal ilmu Dakwah, 36(2).

Fardiyan, A. R. (2016). Etika Siber dan Signifikan Moral Dunia Maya.
        In Prosiding seminar Nasional Komunikasi: Akselerasi dan Teknologi
        Informasi (pp. 331-337). Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Unila.

David, E. R., Sondakh, M., & Harilama, S. (2017). Pengaruh Konten Vlog
        Dalam Youtube Terhadap pembentukan Sikap Mahasiswa Ilmu
        Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sam
        Ratulangi. ACTA DIURNA KOMUNIKASI. 6(1)

Cecariyani, S. A., & Sukendro, G. G. (2019). Analisis Strategi Kreatif dan
        Tujuan Konten Youtube ( Studi Kasus Konten Prank Yudist Ardhana).
        Prologia, 2(2), 495-502.
         


Komentar

Postingan populer dari blog ini

apa arti flamming?